Home BERITA Membangun Jiwa Kompetisi Mahasiswa Arsitektur Memasuki MEA

Membangun Jiwa Kompetisi Mahasiswa Arsitektur Memasuki MEA

by Redaksi
0 comment

Jakarta – Pelaksanaan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) telah dimulai sejak lebih dari satu dekade lalu. Barang-barang komoditas dari negara-negara anggota ASEAN plus Cina dapat keluar masuk di pasar dagang seluruh negara anggota. Kini, tak hanya barang bahkan persaingan bebas merambah ke sektor jasa.

Sejak berlakunya MEA pada akhir 2015 lalu Indonesia bersiap dibanjiri tenaga kerja asing. Dalam ketentuan Mutual Recognition Arrangement (MRA), ada delapan jenis profesi yang harus memiliki sertifikasi khusus dan berlaku di seluruh negara anggota ASEAN. Delapan profesi tersebut diantaranya insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survei, praktisi medis, dan perawat.

Bila ditinjau lebih dalam, pedoman standar jasa arsitek ASEAN yang diprakarsai sejak penetapan MRA pada kuartal keempat 2007 lalu memiliki empat hal yang menjadi fokus perhatian. Pertama, memfasilitasi mobilitas arsitek seluruh negara anggota. Kedua, pertukaran informasi sebagai upaya mendorong proses adopsi standar praktik terbaik pendidikan arsitektur. Ketiga, melakukan semangat kerjasama ASEAN yang menekankan distribusi sumber daya manusia yang berkeadilan. Keempat, mendorong timbal balik jasa arsitek, menyusun standar, dan komitmen untuk transfer of technology.

Diharapkan, seluruh arsitek yang menjadi anggota asosiasi profesi arsitek di Indonesia (IAI) dapat memiliki paling tidak sertifikasi keahlian (SKA). Sebagaimana diatur dalam regulasi, arsitek yang dapat lintas negara ASEAN adalah mereka yang bersertifikasi.

Sesuai dengan cita-cita MEA maka Arsitag sebagai platform online arsitektur pertama di Indonesia, berprakarsa menyelenggarakan talkshow ARSITALK dengan menyasar mahasiswa arsitektur dan desain interior. Kegiatan yang akan diselenggarakan secara berkala ini diharapkan dapat menjadi motivasi mahasiswa untuk meningkatkan keahlian dan kreatifitas dibidangnya.

Edward Harjanto, CEO Arsitag, optimis bahwa profesional arsitek muda sangat potensial dan mampu untuk bersaing di era persaingan industri kreatif tingkat regional seperti MEA, bahkan di level internasional. Hanya saja, kesadaran untuk memiliki jiwa kompetisi dan peningkatan keahlian standar internasional harus dibangun sejak dini.

“Kita harus membangun kesadaran mahasiswa arsitektur mulai sekarang. Mereka harus memiliki jiwa kompetitif, jika perlu secara terus menerus mengembangkan keahlian profesinya dengan mengikuti sistem pendidikan keprofesian berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi arsitek, seperti IAI. Era persaingan regional dan global sudah dimulai. Tapi saya optimis, arsitek muda bisa (bersaing),” paparnya.

Arsitek dan MEA

Dalam RUU Arsitek, disebutkan bahwa arsitek asing dalam melakukan praktik arsitektur di Indonesia wajib bekerja sama dengan orang perseorangan arsitek atau badan hukum yang memiliki lisensi yang bergerak dibidang arsitektur. Kenyataannya, kerapkali pengembang memakai jasa arsitek asing sebagai salah satu strategi pemasaran properti. Meski itu hanya sebatas pada tahap perancangan konsep atau rencana induk masterplan. Selebihnya terkait desain bagan dan bagian detailnya dikerjakan oleh arsitek lokal.

Berdasarkan data yang dihimpun IAI, dari 15 ribu arsitek yang tergabung, masih kurang dari 50 persen bersertifikat SKA, dan kurang dari 1 persennya berlisensi ASEAN Architects. Jika tidak segera dibenahi, hal ini dapat menghambat iklim kompetisi profesional arsitek Indonesia dalam menghadapi MEA.

Menurut Cosmas, berdasarkan pengalaman saat memberikan kuliah di kampus-kampus, banyak calon arsitek muda Indonesia yang menyatakan bahwa Singapura adalah negara yang paling menarik untuk dituju. Padahal, sembilan negara ASEAN lainnya mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang paling menarik dan potensial.

Salah persepsi ini akibat melihat angka nominal yang ditawarkan oleh negara semenanjung tersebut. Arsitek muda tidak melihat adanya kesempatan luas yang justeru berada di Indonesia. Bahkan jauh sebelum MEA, Jepang dan India sudah mengincar untuk bisa masuk ke Indonesia.

“Kalau saya boleh bilang, jauh sebelum MEA, Jepang dan India sudah mengincar masuk ke Indonesia. Caranya mereka masuk melalui Singapura, mereka jadi PR disana, supaya bisa masuk ke Indonesia. Hanya saja kita tidak menyadari bahwa oportunity yang ada begitu besar,”jelas arsitek penyuka warna putih.

Hal lain yang perlu diperhatikan secara serius adalah perusahaan-perusahaan di luar negeri (asing) yang merekrut tenaga arsitek Indonesia, justeru proyeknya ada di dalam negeri. Devisa yang keluar sesungguhnya amat sangat disayangkan. Sudah seharusnya Indonesia yang me-leading perusahaan-perusahaan asing itu.

Membangun Etos Kerja

ARSITALK1.2 kali ini bertema “Ace The Interview” berlangsung pada Jumat 9 September 2016 bertempat di gedung D ruang 502, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Hampir 300 mahasiswa jurusan arsitektur dan desain interior dari berbagai kampus datang menghadiri acara talkshow ini.

Arsitag menghadirkan profesional arsitek senior berpengalaman Cosmas Gozali. Ia berbagi pengalaman kepada mahasiswa, bidang arsitektur yang digeluti hampir 3 dekade lamanya. Menurutnya, penting membangun nilai-nilai etos kerja seorang arsitek dalam membangun karir.

Menurut lulusan Technische Universitats Wien, Wina, Austria, ada sekitar 50 ribu lulusan arsitektur setiap tahunnya, tapi hanya 15-20 persen saja yang bergelut sesuai profesi. Lebihnya, mereka berkarier di berbagai bidang sektor perbankan, wirausaha, dan sebagainya. Jenjang karier di luar arsitek dirasa lebih menjanjikan dan cepat tumbuh. Sedangkan arsitek butuh waktu paling sedikit 10 tahun untuk mencapai posisi puncak karier.

Bagaimana untuk menjadi arsitek yang sukses? Menurut pemilik nama lengkap Cosmas Damianus Gozali, dibutuhkan inovasi, pengetahuan teknis, regulasi, kontrak kerja, dan manajemen waktu yang baik dari seorang arsitek.

“Dibutuhkan innovation, technical knowledge, regulation, contract, dan time management untuk menjadi arsitek yang sukses. Jadilah seperti Rolex. Bukan karena alat penunjuk waktu yang mahal, tapi jadilah arsitek yang tepat waktu sesuai tenggat yang diinginkan klien,” tuturnya.

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa biro arsitektur dalam merekrut tenaga arsitek melihat beberapa hal seperti kemauan keras, kerja keras, loyalitas, kepandaian dan kreatifitas. Tanpa kemauan keras tidak akan merubah apapun. Bekerja keras adalah suatu keharusan, karena talenta yang dimiliki merupakan pinjaman dan itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

“Bila saya menghire arsitek muda, biasanya saya memilih mereka berdasarkan willingness, hard work, loyal, smart, dan creative. Tanpa willingness, nothing will be happened,” tutupnya.

Berlakunya MEA tidak harus melulu dinilai negatif terhadap persaingan tenaga kerja dan jasa. Pemikiran yang berkembang saat ini menganggap profesional arsitek akan tersingkir karena masuknya tenaga kerja asing. Sebaliknya, MEA justeru membuka peluang lapangan pekerjaan baru dan semakin memperluas kesempatan bagi arsitek-arsitek handal untuk lintas negara dan berkarya.

img_7478_cosmas-gozali-saat-presentasi-di-arsitalk1-2

img_7453_peserta-serius-mendengarkan-presentasi-cosmas-gozali-di-arsitalk1-2

 

You may also like

Indonesia Construction & Architecture Network

A media, based on nationwide networking of architecture industry stakeholder.  We manage online media, project exhibition of architecture firm, architecture networking event including workshop / seminar / talk-show, and market data, as well as provides marketing communication services.

Contact Us

PT MEDIA JEJARING ARSITEKTUR & KONSTRUKSI
Conclave Simatupang Kawasan Komersial Cilandak No. 410
Jl. Raya Cilandak KKO Jakarta 12560

WhatsApp: +62 812 108 6417
Phone: 021 2780 6182
Email: indonesia@arsitektur.asia
Website: www.arsitektur.asia
Facebook: jejaringarsitektur

ICAN, Indonesia Construction & Architecture Network – All Right Reserved by Arsitektur Asia